Kritikus Sastra Yudiono KS Hadir dalam Kuliah Tamu Prodi PBSI

KUDUS- Menulis kritik sastra tidak hanya membutuhkan kecerdasan atau kehebatan teori, tetapi juga memerlukan cita rasa estetika atau seni yang mampu memikat perhatian publik terhadap sastra. Peran kritikus dalam sastra sangatlah penting, sekecil apapun kritik sastra itu pasti ada gunanya buat orang lain (pengarang  atau pembaca).

 

Pernyataan tersebut disampaikan oleh Drs.Yudiono KS, S.U dalam acara kuliah tamu yang diadakan oleh Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (Prodi PBSI) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muria Kudus, pada Sabtu, (12/5/2018) bertempat di ruang Seminar Gedung Pascasarjana Lantai III, dalam acara bertajuk, “Peran Kritikus dalam Dunia Sastra”. Acara yang dimoderatori oleh Drs. Mohammad Kanzunnudin, M.Pd. berjalan dengan lancar dan dihadiri oleh sekitar 60 peserta.

 

Yudiono KS menceritakan kisah hidupnya bahwa buku bisa memberikan rizki. Terbukti, Yudiono KS pernah berangkat haji karena honor menulis buku berjudul Pengkajian Kritik Sastra Indonesia. Yudiono KS, sudah aktif menulis kritik sastra di Koran Suara Merdeka dan media angkatan bersejata sejak tahun 1976. Tulisan tentang kritik sastra juga menghiasi banyak media massa saat itu.

“Konsekuensi milih jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, anda harus banyak membaca dan banyak menulis. Karena itu adalah konsekuensi profesi. Kalau anda serius menulis, Insya Allah gusti Allah Pirso, dan akan memberikan hasil atau rizki bagi penulisnya.” Kata narasumber kelahiran Temanggung, 27 Oktober 1948.

 

Sudah berhasil menulis dan dibaca banyak orang adalah kepuasan batin yang luar biasa mahalnya. Untuk mendorong semangat menulis, anda perlu juga bergabung dengan komunitas sastra di daerah anda. Kalau anda punya tulisan, syukur bisa berbagai tulisan dengan komunitas anda. 

Beliau menjelaskan, resep menulis kritik sastra pertama carilah karya sastra yang akan dikritik yang penulisnya sebaya dengan anda. Risikonya kalau anda menulisnya salah, anda bisa berdebat mengenai tulisan anda dengan penulisnya. Kedua, Jangan tergoda dengan teori kritik sastra yang ndakik-ndakik. Pakailah teori sastra yang mendasar dan menurut anda itu benar. Ketiga Ambil sisi didaktisnya dalam karya sastra. Jangan tergoda menulis dengan teori yang muluk-muluk. Keempat, teruslah latihan menulis, menulis, dan menulis.

 

“Meskipun sudah pensiun dari profesi menjadi dosen Sastra Undip, tetapi saya tidak pernah pensiun menulis. Sekarang pun di umur 70 tahun, saya masih menulis buku autobiografi, dan ini baru 400 halaman, target 700 halaman.  Saya ingin mewariskan virus positif menulis. Teruslah belajar dan banyak menulis. Semoga suatu saat anda bisa menjadi kritikus sastra atau penulis yang lebih hebat daripada saya.” Tuturnya. (Ahsin)